|Penulis: Bigar Rahasia Siswa (*)|
|MertiBudaya|Sosok - Beliau dikenal dengan sebutan Pangeran Mangkubumi, Beliau adalah Pendiri Kerajaan Yogyakarta. Nama kecil Beliau adalah Bendara Raden Mas Sujana. Beliau adalah Sri Sultan Hamengku Buwana I yang merupakan putra dari Sunan Amangkurat IV dari istri selirnya yang bernama Mas Ayu Tejawati. Beliau dikenal sebagai sosok peletak dasar budaya Mataram yang memberi warna dan corak serta ruh bagi lingkungan kraton dan masyarakat Yogyakarta pada umumnya.
Bendara Raden Mas Sujana dikenal sangat capat dalam olah keprajuritan, Beliau mahir berkuda serta memainkan senjata, Beliau juga dikenal sangat taat beribadah dan menjunjung tinggi nilai-nilai Budaya Jawa. Tahun 1746 Pangeran Mangkubumi mengangkat senjata melawan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Pangeran Mangkubumi memiliki pengikut sebanyak 3000 prajurit, dan jumlah tersebut terus meningkat di tahun 1747 hingga 13000 prajurit, dari jumlah tersebut terdapat 2500 prajurit-prajurit adalah prajurit berkuda.
Tahun 1740 merupakan masa yang berat di bumi Mataram karena pada masa tersebut pemberontakan merajalela, mulai dari Geger Pacina yang dipimpin oleh Sunan Kuning dibantu oleh Pangeran Sambernyawa hingga gerakan-gerakan sporadic yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa sendiri pada hari-hari berikutnya sehingga menyebabkan Keraton harus berpindah dari Kartasura tanggal 17 Februari 1745.
Dalam upaya memadamkan pemberontakan Pangeran Sambernyawa, Raja Mataram saat itu yaitu Susuhunan Paku Buwana II mengadakan sayembara yang disambut dan dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi. Upaya Pangeran Mangkubumi untuk mengurangi pengaruh VOC di bumi Mataram melakukan pengendalian masyarakat khususnya di daerah pesisir utara Jawa, namun upaya tersebut gagal karena adanya penghianatan dan kecurangan yang dilakukan oleh Patih Pringgalaya yang didukung VOC, sehingga upaya yang dilaksanakan oleh Pangeran Mangkubumi tersebut menemui jalan buntu.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Pangeran Mangkubumi kemudian memutuskan keluar dari istana dan mulai melakukan serangan terbuka kepada VOC. Keputusan tersebut mendapat dukungan dari Pangeran Sambernyawa, akhirnya Pangeran Mangkubumi bersama Pangeran Sambernyawa berhasil membebaskan beberapa daerah dari cengkraman VOC.
Gagalnya VOC menghadapi perjuangan Pangeran Mangkubumi berakibat mundurnya Gubernur Jawa Utara Baron Van Hohendroff dari jabatannya, di lain daerah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff yang berkedudukan di Batavia juga terkena dampaknya merasakan tekanan atas kekalahan tersebut, Baron Van Imhoff kemudian jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sepeninggal Gubernur Jawa Utara yang berkedudukan di Semarang akhirnya digantikan oleh gubernur baru yaitu Nicholas Hartingh.
Tanggal 23 September 1754 diadakan pertemuan antara Nicholas Hartingh dengan Pangeran Mangkubumi. Pada pertemuan tersbut diperoleh kesepakatan yang menjadi bagian dari rancangan awal terjadinya peristiwa yang disebut Palihan Nagari. Hasil kesepakatan tersebut akhirnya diserahkan kepada Sultan Paku Buwana III dan disepakati oleh Sultan Paku Buwana III pada tanggal 4 November 1754. Butir-butir kesepakatan tersebut akhirnya dituangkan dalam Naskah Perjanjian Giyanti. Pada tanggal 13 Februari 1755 akhirnya resmi ditandatangani oleh pihak-pihak terkait.
Setelah resmi ditandatangani Naskah Perjanjian Giyanti tersebut akhirnya hal itu menjadi babak awal berdirinya Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Tanggal 13 Maret 1755 atau bertepatan dengan tanggal 29 Jumadilawal 1680 Pangeran Mangkubumi dinobatkan sebagai Raja Pertama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwana I.
Magelang, 11 Februari 2025
Bigar Rahasia Siswa
(*) Dosen & Sekretaris Umum Yayasan Patrap Senopati Kotagede.