Illustrasi: Sunan Pakubuwono X (Net)
Pengemis pada awalnya adalah penduduk yang mencari berkah dari Pakubuwono X
Sejarah Pengemis, dari Mencari Berkah hingga Mengemis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, kata "pengemis" berarti "orang yang mengemis". Akar kata "kemis" berasal dari -cak, yaitu percakapan untuk menyebut hari Kamis.
"Kemis" memiliki dua makna. Ditulis kemis sebagai kata benda, yang berarti "bertanya". Praktik bertanya ini berasal dari tradisi yang dilakukan pada hari Kamis.
Beberapa sejarah mengidentifikasi diksi "pengemis" yang dihapuskan pada cerita lokal. Ini adalah semacam warisan budaya yang dimuseumkan dalam bentuk kata-kata.
Tradisi Kemisan: Asal Usul Kemis
Bentuk cerita lokal yang menelusuri kata "kemis" dapat ditelusuri kembali ke masa ketika Sunan Pakubuwono X memimpin Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pada tanggal 25 Januari 1855, surat kabar berbahasa Jawa pertama di Hindia Belanda pertama kali memuat beritanya. Namanya adalah Bromartani, surat kabar mingguan yang terbit setiap hari Kamis (seminggu sekali).
Surat kabar ini cukup khas dan unik. Dalam setiap penulisan beritanya, kromo inggil digunakan sebagai bahasa utamanya. Bahasa ini merupakan tingkatan tertinggi dalam strata bahasa dalam budaya Jawa.
Salah satu sastrawan yang tekun mengirimkan naskah-naskahnya ke Bromartini adalah pujangga Sunan Ronggowarsito.
Bersandar pada Sang Raja: Pengemis dalam Narasi Sedekah Paku Buwono X 1893-1939 (2020) Menyebutkan bahwa kata “kemis” pertama kali muncul dalam surat kabar Bromartani pada tahun 1895. Istilah ini digunakan oleh Raden Samingoen Nitiprodjo, seorang wartawan Bromartani yang gemar meliput (*)
Sumber: Mata Kuliah Budaya Jawa, Prof.Dr.Donna Dayu Kemana Soekarno, Ph.D, PDKS ROS PBX Alexandrina Victoria II International University